SultanAgeng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1683. Dia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. ia diangkat sebagai Sultan Banten ke-6 dengan gelar Sulthan 'Abdul-Fattah al-Mafaqih. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang Rajadari Banten yang gigih menentang VOC adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Berkat kegigihannya dalam membela bangsa Indonesia, ia bahkan dicap sebagai musuh bebuyutan Belanda. Asal-usul dan keturunan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (sultan Banten ke-5) dan Ratu Martakusuma yang lahir RiauOnlineid, Sejarah dan Budaya — Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 - 1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia Vay Tiền Nhanh. Biografi dan Profil Lengkap Sultan Ageng Tirtayasa – Sultan Ageng Tirtayasa merupakan sultan Banten ke-6. Sultan Ageng Tirtayasa lahir di Kesultanan Banten pada tahun 1631. Sultan Ageng Tirtayasa dikenal gigih melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda di Serang, Banten sehingga beliau diberi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia. Sultan Ageng Tirtayasa meninggal di Batavia, Hindia Belanda tahun 1692 pada sekitar umur 60-61 tahun. Nama Sultan Ageng Tirtayasa Lahir Banten, 1631 Meninggal Jakarta, 1695 Memerintah 1651–1683 Orang Tua Ratu Martakusuma Ibu Abdul Ma’ali Ahmad Ayah Anak Sultan Abu Nashar Abdulqahar Haji dari Banten Pangeran Purbaya Tubagus Abdul Tubagus Rajaputra Tubagus Husaen Tubagus Ingayudadipura Raden Mandaraka Raden Saleh Raden Rum Raden Sugiri Raden Muhammad Tubagus Rajasuta Raden Muhsin Arya Abdulalim Tubagus Muhammad Athif Tubagus Wetan Tubagus Kulon Raden Mesir Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Sultan Ageng Tirtayasa merupakan putra dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yaitu Sultan Banten periode 1640-1650 dan Ratu Martakusuma. Sultan Ageng Tirtayasa lahir di Kesultanan Banten pada tahun 1631. Nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa adalah Abdul Fatah atau Abu al-Fath Abdulfattah. Sejak kecil sebelum diberi gelar Sultan Ageng Tirtayasa, Abdul Fatah diberi gelar Pangeran Surya. Saat ayahnya yaitu Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad wafat, Sultan Ageng Tirtayasa diangkat sebagai Sultan Muda dengan gelar Pangeran Dipati. Abdul Fatah atau pangeran Dipati merupakan pewaris tahta kesultanan Banten. Tapi saat ayahnya wafat, Beliau belum menjadi sultan karena kesultanan Banten saat itu kembali dipimpin oleh kakeknya yaitu Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir. Menjadi Sultan dan Kesultanan Banten Mengalami Kejayaan Pada tahun 1651, kakeknya Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir wafat. Abdul Fatah atau pangeran Dipati lalu naik tahta sebagai Sultan Banten ke 6 dengan nama Sultan Abul Fath Abdul Fattah atau Sultan Ageng Tirtayasa. Sewaktu naik tahta menjadi Sultan Banten, beliau masih sangat muda yaitu pada usia 20 tahun. Sultanb Ageng Tirtayasa sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan agama Islam di daerahnya. Ia mendatangkan banyak guru agama dari Arab, Aceh dan daerah lain untuk membina mental para pasukan Kesultanan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai ahli strategi dalam perang. Di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan dan kemegahannya. Ia memajukan sistem pertanian dan irigasi baik dan berhasil menyusun armada perangnya. Selain itu, kesultanan Banten juga menjadi memiliki hubungan diplomatik yang kuat antara kesultanan Banten dengan kerajaan lainnya di Indonesia seperti Makassar, Cirebon, Indrapura dan Bangka. Sultan Ageng Tirtayasa juga menjalin hubungan baik dibidang perdagangan, pelayaran dan juga diplomatik dengan negara-negara Eropa seperti Inggris, Turki, Denmark dan Perancis. Hubungan tersebut membuat pelabuhan Banten sangat ramai dikunjungi para pedagang dari Persia, Arab, India, china, melayu serta philipina. Sultan Ageng Tirtayasa sempat membantu Trunojoyo dalam pemberontakan di Mataram. Beliau bahkan membebaskan Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya yang saat itu ditahan di Mataram karena hubungan baiknya dengan Cirebon. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, konflik antara Kesultanan Banten dan Belanda semakin meruncing. Hal tersebut disebabkan karena ikut campurnya Belanda dalam internal kesultanan Banten yang saat itu sedang melakukan pemisahan pemerintahan. Belanda melalui politik adu dombanya Devide et Impera menghasut Sultan Haji Abu Nasr Abdul Kahar melawan Pangeran Arya Purbaya yang merupakan saudaranya sendiri. Sultan Haji mengira bahwa pembagian tugas pemerintahan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepadanya dan saudaranya tersebut merupakan upaya menyingkirkan dirinya dari pewaris tahta kesultanan Banten dan diberikan kepada adiknya, Pangeran Arya Purbaya. Sultan Haji yang didukung oleh VOC Belanda lalu berusaha menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Akhirnya, perang keluarga pun pecah. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa saat itu mengepung pasukan Sultan Haji di daerah Sorosowan Banten. Namun pasukan pimpinan Kapten Tack dan Saint-Martin yang dikirim Belanda datang membantu Sultan Haji. Wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa Perang antar keluarga yang berlarut-larut membuat Kesultanan Banten melemah. Akhirnya pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia dan dipenjara. Pada tahun 1692, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya wafat. Sultan Ageng Tirtayasa dimakamkan di Kompleks Pemakaman raja-raja Banten di Provinsi Banten. Menjadi Pahlawan Nasional Indonesia Pada tanggal 1 agustus 1970, melalui SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970 Pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Ageng Tirtayasa. Selain itu, untuk menghargai jasanya, nama Sultan Ageng Tirtayasa diabadikan sebagai nama salah satu universitas di Banten bernama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Demikian artikel tentang “Biografi dan Profil Lengkap Sultan Ageng Tirtayasa – Pahlawan Nasional Indonesia Dari Banten“, semoga bermanfaat Baca lainnya - Sultan Ageng Tirtayasa adalah sultan Banten ke-6 yang berhasil membawa Kerajaan Banten menuju puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya berkuasa antara tahun 1651-1683. Selama berkuasa, perannya tidak sebatas memajukan Kesultanan dari Banten yang gigih menentang VOC adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Berkat kegigihannya dalam membela bangsa Indonesia, ia bahkan dicap sebagai musuh bebuyutan dan keturunan Sultan Ageng Tirtayasa Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad sultan Banten ke-5 dan Ratu Martakusuma yang lahir pada 1631. Kakeknya bernama Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal sebagai Sultan Agung, sultan Banten ke-4 yang juga gigih memerangi Belanda. Setelah ayahnya wafat pada 1650, Sultan Ageng Tirtayasa diangkat oleh kakeknya sebagai Sultanmuda dengan gelar Pangeran Dipati. Kemudian setelah kakeknya wafat pada 1651, ia resmi naik takhta menjadi raja Banten ke-6 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Dari istri-istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang anak. - Kesultanan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683. Bersamaan dengan itu, sedang terjadi konflik internal kerajaan dalam Kesultanan Banten. Konflik internal kerajaan terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan sang putra, Sultan konflik itu adalah upaya Sultan Haji yang ingin merebut kekuasaan sang ayah dengan cara bersekongkol bersama VOC. Pada akhirnya, Sultan Haji berhasil mendapat keinginannya, yaitu naik takhta Kesultanan Banten menggantikan kedudukan sang ayah. Lantas, pelajaran apa yang dapat dipetik dari konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji? Baca juga Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji Keserakahan Hikmah dari konflik Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dapat diambil adalah bahwa kehancuran sebuah kerajaan di Indonesia dapat juga disebabkan karena keserakahan dan ambisi keluarga kerajaan itu sendiri. Keserakahan ini dapat dilihat dari bagaimana Sultan Haji ingin merebut kekuasaan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa sebagai pemimpin Kesultanan Banten. Demi menggapai keinginannya tersebut, Sultan Haji memilih untuk bersekutu dengan VOC atau Kongsi Dagang Hindia Belanda. Padahal, Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang keras kependudukan VOC di Nusantara. Pada 1652, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim pasukannya untuk menyerang VOC di Jakarta, yang berujung pertempuran antara Kesultanan Banten dengan Belanda. Guna melindungi kerajaan, Sultan Ageng Tirtayasa yang awalnya masih berpihak pada Kesultanan Banten melakukan sabotase dan merusak kebun tebu serta pabrik-pabrik penggilingan VOC pada 1656. Tidak hanya itu, pasukan Kesultanan Banten juga membakar kampung-kampung yang dijadikan sebagai tempat pertahanan Belanda. Berkat jerih payahnya, sejumlah kapal VOC dan beberapa pos penting pun berhasil dikuasai oleh Sultan Ageng upaya Sultan Ageng Tirtayasa untuk mengalahkan VOC kurang disetujui oleh sang putra, Sultan Haji. Belanda yang mengetahui hal ini pun mencoba menghasut Sultan Haji demi membantu mereka menghancurkan Kesultanan Banten. Pada saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa sedang pergi ke luar negeri mengurus kepentingan kerajaan, sehingga Sultan Haji dipercaya untuk mengurus Kesultanan Banten. Karena termakan hasutan Belanda, Sultan Haji menuding bahwa pembagian tugas yang diberikan sang ayah hanyalah sebuah upaya untuk menyingkirkannya dari takhta kesultanan. Akibatnya, Sultan Haji memutuskan bekerja sama dengan VOC dan menjadi musuh ayahnya sendiri. Baca juga Alasan Sultan Ageng Tirtayasa Melakukan Perlawanan terhadap VOC Melakukan taktik adu domba Dalam peristiwa ini, sebetulnya Belanda hanya memiliki kekuatan yang terbilang sedikit. Oleh sebab itu, Belanda memanfaatkan kesempatan dengan menggunakan strategi perundingan atau hasutan kepada para penguasa Nusantara yang mudah dipengaruhi, termasuk Sultan Haji. Taktik Belanda ini disebut sebagai devide et impera atau taktik adu domba yang tujuannya untuk memecah belah keluarga kerajaan. Setelah Sultan Haji melakukan perjanjian bersama VOC, pertempuran sengit antara ayah dan putra ini dimulai. Meskipun Sultan Ageng Tirtayasa harus melawan putranya sendiri, dia tidak melemah dan tetap melakukan perlawanan besar. Namun, pada akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC dan dipenjara di Batavia sampai meninggal dunia pada 1692. Dengan ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka Sultan Haji naik takhta sebagai pemimpin Kesultanan Banten. Sultan Haji berkuasa sejak 1683 hingga 1687. Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

putra sultan ageng tirtayasa yang bersahabat dengan penjajah belanda adalah